Cara Memulai Usaha | Ide Bisnis | Bisnis Online | Strategi Bisnis | Pindah Kuadran | Bebas Finansial |
Saturday, August 9, 2008
Karakter wirausaha sejati.
1. Mempunyai rasa percaya diri yang kuat, yakni tercermin dari sifat mandiri alias tidak tergantung pada orang lain, berkepribadian yang kokoh serta selalu yakin dan optimis.
2. Fokus serta berorientasi pada job dan hasil, hal ini tampak pada pribadi yang haus akan prestasi, selalu tekun dan tabah, energik serta penuh inisiatif.Memiliki tekad, motivasinya kuat dan suka bekerja keras tidak kenal waktu. Karakter tersebut untuk meraih orientasi pada profit (hasil).
3. Berani mengambil risiko dan piawai dalam mengelola risiko bisnis, serta menyukai tantangan.
4. Leadership menonjol, yang ditandai dengan kemampuan memimpin sekelompok tim, gemar bergaul dengan orang lain, serta tidak alergi terhadap saran dan kritik konstruktif.Berani mengakui kekurangannya, selalu terbuka dengan hal-hal baru (open mind).
5. Idea yang dimunculkan selalu orisinil, karena dipenuhi karakter inovatif (pembaharu), berpikiran kreatif, selalu fleksibel dalam bertindak.Mempunyai banyak sumber informasi, mayoritas mumpuni/serba bisa dalam aspek bisnis, serta mempunyai knowledge yang beragam.
6. Selalu berorientasi ke masa depan dan pikirannya selalu begerak dinamis.
Dari pengalaman pribadi sebagai pengusaha, pada saat start up bisnis, tidak semua karakter tersebut saya miliki dengan skor tinggi, ada beberapa karakter yang masih dalam proses pembentukan.
Proses pembentukan karakter baru yang harus dilalui dengan berjalan tertatih-tatih, penuh kerikil tajam dan jatuh bangun beberapa kali.
Pada praktek kehidupan sehari-hari, karakter-karakter tersebut dapat dibentuk, yakni dengan cara mulai dilatih sejak dini dengan serius, tekun dan tabah menghadapi "cobaan".
Dan hebatnya.... seiring dengan berjalannya waktu, proses pembentukan karakter akan muncul otomatis tanpa kita sadari.
Apabila sudah rajin berlatih dan belajar mengasah karakter-karakter pengusaha, bersiaplah apabila kelak anda akan selalu merasa :
** Self confidence
** Results oriented
** Risk taker
** The leader
** Innovative, dan
** Future oriented.
Sunday, June 29, 2008
Pengalaman setelah pindah kuadran.
Saya nekad mengambil keputusan menjadi pengusaha tanpa restu 100 % dari istri dan anak-anak, karena saya yakin bahwa profesi pengusaha akan membuat kehidupan rumah tangga lebih baik.
Saya yakin dan nekad mengambil keputusan tersebut karena sebagai kepala rumah tangga mempunyai kewajiban untuk memberikan yang terbaik kepada keluarga tercinta.
Saya kurang menyiapkan mindset pengusaha kepada isteri dan anak-anak dengan baik, sehingga dukungan orang-orang terdekat "kurang solid"... dampaknya perjuangan meniti profesi pengusaha ibarat menegakkan benang basah.
Apalagi bisnis distribusi (yang sudah disiapkan sejak masih menjalani profesi karyawan) diamputasi alias ditutup (karena mis-management) setelah 6 bulan resign dari karyawan.
Orang-orang terdekat yang saya cintai justru menyalahkan mengapa pindah profesi menjadi pengusaha dan malah menolak promosi menjadi direktur di perusahaan tempat berkarya terakhir.
Konflik dengan istri dan anak-anak tidak terhindarkan dan masih ditambah "proses" detoksifikasi jiwa yg menyiksa batin... dari suasana "comfort zone" karyawan menuju "wild jungle zone" pengusaha.
Last but not least, saya tidak menyesal dan malah bangga menjadi pengusaha... dan saya berhasil mengajak istri dan anak-anak mempunyai spirit entrepreneur.
Berikut ini contoh tidak enaknya menjadi pengusaha, khususnya selepas dari profesi karyawan, antara lain :
1. Penampilan diri yang tidak OK lagi, karena harus menyesuaikan dengan situasi ruang lingkup bisnis, yakni pekerjaan bongkar muat produk, pengiriman order ke toko atau pelanggan rumah, bersih-bersih kantor dan gudang... selalu kepanasan dan keringatan.
2. Pakaian rapi berdasi, sepatu mengkilap dan tubuh wangi parfum tidak ada lagi, yang ada hanya pakaian casual/polo shirt, celana jeans, sepatu kets dan penuh aroma keringat.
3. Pressure jiwa karena ingin segera sukses sebagai pengusaha (maklum posisi terakhir sebagai Finance Manager) membawa dampak stress dan depresi mental, tidak heran bila berat badan langsung turun 5 kg.
4. Hampir setiap hari merasa pusing dan mual, kerja pontang panting nyaris tidak ada hasilnya.
Duh Gusti... it's a real wild jungle zone... I was "almost" hopeless...
5. Godaan untuk kembali menjadi karyawan dengan comfort zone-nya selalu menari di depan mata, apalagi Presdir di perusahaan terakhir selalu menawari kursi empuk Direktur.
Problem dilematis yang harus segera diputuskan..."to be" or "not to be"... bimbang untuk meneruskan menjadi pengusaha atau kembali menekuni profesi karyawan.
I've already choosen.... to be an entrepreneur is my best of the best choosen... It's the best thing of my life... !!!
Welcome to wild jungle zone and... reach my ultimate freedom !!!
Tuesday, April 15, 2008
Enam tahun silam.
Ups... tanpa terasa saya sudah 6 tahun meninggalkan comfort zone karyawan dan otomatis pikiran melayang set back 6 tahun silam ketika mulai memasuki wild jungle zone pengusaha.
Masih tergambar jelas betapa emosi saya campur aduk pada waktu itu, yakni :
** Rasa lega menjadi manusia yang terbebas dari rutinitas tugas dan tanggung jawab sebagai karyawan.
** Rasa galau memikirkan operasional sehari-hari perusahaan yang terasa jalan di tempat.
** Rasa gembira dapat berkumpul dengan keluarga sepanjang hari, walaupun hanya dengan isteri dan anak bungsu.
** Rasa kecewa karena dua anak sudah tumbuh menjadi remaja dan asyik dengan dunianya sendiri, sehingga kurang peduli dengan kehadiran saya di rumah, malahan anak ke dua pernah bilang "koq nggak kerja seperti dahulu lagi"... hiks.. !!!.
** Rasa puas dapat membaca buku-buku favorit yang belum sempat terbaca dan belajar praktek beberapa software komputer agar tidak terlalu gaptek.
** Rasa khawatir tentang laju tumbuh perusahaan yang baru didirikan dan dikelola sendiri bersama isteri.
** Rasa takut akan masa depan yang tidak pasti dan khawatir tidak dapat membahagiakan keluarga.
** Dan segudang emosi lainnya yang datang silih berganti.
Proses yang harus dijalani sungguh mengharu biru emosi, meskipun saya sudah menyiapkan segala hal sejak tahun 1997, lima tahun sebelum pindah kuadran menjadi pengusaha.
Ternyata hal paling fundamental dalam proses pindah kuadran adalah.... "merubah mindset" .
Wednesday, February 6, 2008
Dari karyawan menjadi pengusaha (6).
Lembaran baru dengan bendera Betiga Klaten langsung dikibarkan pada tanggal 2 Juni 2003, karena saya tidak mau sentimentil meratapi kegagalan yang mengharu biru emosi sebagai manusia biasa.
Saya jadikan kegagalan tersebut bagian dari "proses menuju sukses"... jujur saja... saya merasakan sakit hati dikhianati partner bisnis yang nota bene sepupu sendiri.
Bendera Betiga Klaten sebagai Sub Distributor Aqua Danone dan Sub Agen LPG Pertamina mulai dikibarkan dari sebuah garasi 3x4 di rumah almarhum orang tua di Klaten.
Memulai bisnis bukan dari Nol tetapi mulai dari Minus, karena masih menanggung Utang lama Artha Biru yang cukup signifikan kepada Principal Aqua Danone.
Inilah makna perjuangan... arti sebuah integritas dan komitmen yang harus tetap ditegakkan, meskipun sedang terpuruk.
Sungguh nelangsa kalau mengenang peristiwa ini.... namun saya bersyukur dapat melewatinya dengan baik.
Mayoritas toko/warung/pelanggan individual yang selama ini menjadi jaringan distribusi produk sudah berpindah kepada kompetitior selama masa gonjang ganjing pergantian bendera.
Dan salah satu kompetitor adalah.... sepupu saya... ex partner bisnis, yang menyerbu pasar dengan membanting harga produk Aqua Danone.
Saya sempat limbung mendapat cobaan ini... akan tetapi saya dapat bertahan dan tertolong dengan falsafah yang menjadi roh (soul) dalam berbisnis, yakni.... "memberi dan melayani"... berbisnis dengan hati... !!!
Salah satu yang membuat saya tetap bersemangat adalah dukungan isteri dan anak-anak di saat mengalami keterpurukan.Isteri selalu menghormati sebagai suami, sebagai partner bisnis handal yang tidak pernah cheating dan teman curhat membangun kembali dream keluarga.
Sementara anak-anak mulai memaklumi dan terbiasa dengan "kondisi" profesi pengusaha yang sedang merintis bisnis.
Dan yang membuat terharu... anak-anak tetap menjadikan saya sebagai idola !!! (hiks.. hiks..)Ya... saya harus bangkit untuk menjaga amanah yang diberikan isteri dan anak-anak... and I shall do my best... !!
Indikasi kebangkitan teraktualisasikan dengan semakin tingginya tingkat okupansi kamar-kamar kost yang dikelola isteri di Jogya
Apalagi kolaborasi bisnis penyewaan tenda dekorasi, Classy Tent, di Bekasi yang dikibarkan pada tanggal 1 April 2003 sudah tumbuh baik, meskipun masih dalam skala kecil.
Sementara itu bisnis supply aggregate, Rio Jaya, yang dikibarkan Januari 2003 di Bekasi sudah mengalirkan arus kas positif setiap bulannya.
Seiring pertumbuhan bisnis-bisnis yang dikelola, tentu saja membawa perbaikan arus kas ekonomi keluarga, yang sempat amburadul selama beberapa bulan di tahun 2002.Puji syukur ke hadirat Allah yang selalu menganugerahi berkah melimpah...
Perjalanan hidup di tahun 2003 merupakan tahun kebangkitan dari keterpurukan, setelah sekian kali jatuh bangun mengibarkan bendera bisnis.
Dan di tahun 2003 inilah saya membuat cetak biru / road map profesi pengusaha.... meninggalkan comfort zone karyawan menuju wild jungle zone pengusaha.
Perjalanan pindah kuadran menjadi pengusaha mulai nyaman, walaupun sempat beberapa kali mengalami guncangan ketika mengelola bisnis.
Ternyata guncangan kali ini merupakan suatu indikasi, bahwa bisnis yang dikelola mulai tumbuh dan memerlukan solusi yang berbeda apabila dibandingkan dengan ketika start up bisnis.
Benang merah dari perjalanan pindah kuadran ini adalah... selalu bangkit ketika terpuruk, selalu siap menjalani proses, berani mengambil keputusan sepahit apapun... agar dapat menggapai dream kehidupan... !!!
Dari karyawan menjadi pengusaha (5).
Saya memilih sepupu sendiri karena saya sudah mengenal karakter/attitude sejak dia kecil hingga dewasa, yang pada dasarnya memang tipikal jujur, bersedia kerja keras, piawai menjual produk dan cerdas dalam bernegosiasi.
Berangkat dari rasa 100% percaya inilah titik awal kesalahan strategi bisnis saya, ditambah saya hampir tidak melakukan salah satu fungsi management, yakni mengontrol seluruh aspek bisnis.
Pada saat saya mengalami kepanikan dan gamang menghadapi kehidupan, saya justru makin agresif dalam menciptakan bisnis2 baru yang dianjurkan oleh sepupu saya.
Saya merasa di-awang2 dan terobsesi membayangkan kesuksesan berbisnis, melupakan segala pakem keuangan yang notabene adalah bidang ketrampilan saya.
Saya belum memahami arti proses yang harus dilewati untuk menuju sukses, karena saya masih dalam koridor mindset karyawan yang aman... yang tidak mau repot mengurus risiko.
Yang lebih parah dan naif : ...saya ingin sukses secara instant, karena merasa sudah berjuang selama 25 tahun meniti karir sebagai karyawan
Dampak kenaifan saya : dana investasi yang dikucurkan untuk merambah bisnis baru cukup signifikan.
Seperti yang tercatat di pembukuan, yakni untuk pembuatan kandang ternak dan pembelian beragam ternak : sapi perah, sapi potong, babi, itik, ayam kampung, kambing, dan bahkan... anak kuda.
Selain peternakan, bisnis perdagangan umum / distribusi juga dijalankan, antara lain sebagai Agen produk ransum ternak, Starbio, kecap, beras, katul, agen LPG Pertamina dan Aqua Danone.
Saya juga melakukan investasi pembelian tanah yang tidak jelas status kepemilikannya. Hal ini saya lakukan hanya karena tergiur harga yang miring.Saya menipu diri sendiri seakan sudah sukses.
Dan investasi tanah tersebut saya pakai sebagai topeng, seakan saya sudah menjadi pengusaha sukses (hik... hik... narsis bin naif.. !!).
Proses alamiah bisnis mulai menimpa saya, satu per satu bisnis mulai ditutup dan saya harus melakukan cut loss.
Berawal dari ditutupnya semua bisnis peternakan yang menyedot dana cukup banyak, lalu menyusul bisnis perdagangan yang kurang prospektif.
Tinggal bisnis jasa distribusi LPG Pertamina dan produk Aqua Danone dengan merk dagang Artha Biru yang masih dijalankan, inilah cikal bakal bisnis yang sampai saat ini masih saya kelola.
Bisnis jasa distribusi tersebut di atas diawali dengan melayani segmen rumah tangga (end user), dan menggunakan strategi delivery order via telepon (produk diantar sampai ke tempat pelanggan).
Pada waktu itu delivery order masih sesuatu yang baru bagi masyarakat Klaten, sehingga delivery order menjadi ikon life style baru masyarakat Klaten.
Apalagi kualitas pelayanan kami nyaris memuaskan semua pelanggan dan masih ditambah dengan suntikan dana modal kerja, jadilah bisnis jasa disribusi tersebut tumbuh cukup pesat.
Pada titik inilah sepupu yang diserahi mengelola bisnis mulai berubah karakternya, perputaran uang yang begitu cepat dan dalam jumlah cukup signifikan setiap harinya, ternyata mampu menggoyahkan iman sepupu untuk melakukan penyimpangan.
Karena terlalu percaya kepada sepupu, saya terlambat menyadari adanya penyimpangan di dalam pengelolaan keuangan di perusahaan.
Mayoritas data keuangan di pembukuan tidak dapat dipertanggungjawabkan dan setelah saya audit ternyata kesehatan perusahaan rapuh, yakni likuiditas digelayuti gunung Utang Usaha kepada Principal.
Sedangkan Piutang Usaha yang disajikan di Neraca dalam kondisi macet dan sebagian lagi fiktif.
Saran2 untuk menyehatkan keuangan nyaris tidak digubris dan yang membuat kesabaran saya habis adalah pada saat isteri yang saya tugasi mengelola keuangan perusahaan, malah ditolak sepupu dengan cara memprovokasi karyawan agar melakukan sabotase pekerjaan.
Ini merupakan keteledoran saya karena telah memberikan kepercayaan mutlak kepada sepupu, sehingga saya sebagai owner malah tidak mempunyai kendali terhadap perusahaan sendiri.
Akhirnya perusahaan distribusi Aqua Danone dan LPG Pertamina dengan bendera Artha Biru saya tutup pada tanggal 1 Juni 2003.
Dan pada tanggal 2 Juni 2003 saya kibarkan bendera Betiga Klaten yang bergerak di bidang jasa distribusi Aqua Danone dan LPG Pertamina.
Pengibaran bendera baru bisnis dalam suasana yang memprihatinkan, karena saya sebagai personal masih harus bertanggung jawab menanggung Utang perusahaan lama kepada Principal.
Keprihatinan bertambah, karena peraturan dari Principal, yakni ketika strata keagenan harus down grade, dari Star Outlet (SO) atau Sub Distributor diturunkan menjadi strata Whole Seller (WS).
Turunnya strata keagenan berdampak terhadap turunnya margin, karena harga beli produk untuk strata WS lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga beli strata SO.
Inilah proses menuju sukses yang harus saya jalani dan pada titik inilah saya menemukan satu pembelajaran yang luar biasa prima... dan telah mengajari saya untuk selalu bangkit lagi dari bermacam keterpurukan.
Perjalanan Betiga Klaten yang dimulai dengan kondisi minus dan strategi agar dapat survive akan saya rangkum dalam sharing berikutnya.
Wednesday, January 23, 2008
Antara karyawan, pengusaha dan keluarga.
Meskipun tinggal dalam satu rumah, saya jarang bercengkerama dengan anak-anak.
Saya belum bangun tidur di pagi hari ketika anak-anak berangkat sekolah, dan anak-anak sudah tidur ketika saya tiba di rumah, sepulang berkarya sebagai karyawan.
Praktis dapat bercengkerama dengan anak-anak hanya di hari Sabtu dan Minggu, itupun dalam waktu yang tidak lama, karena saya lebih sering memanfaatkan waktu libur untuk tidur, agar stamina tetap terjaga untuk memulai rutinitas di hari Senin.
Sungguh... suatu siklus menjadi karyawan yang melelahkan dan memasung kebebasan jiwa, namun harus saya jalani sebagai suatu "proses" menuju dream menjadi pengusaha.
Hubungan dengan anak makin kurang akrab karena tuntutan tugas sebagai Financial Controller, yakni sering travelling keliling Indonesia mengontrol financial proyek2 yang dikerjakan perusahaan.
Dalam satu bulan rata-rata travelling 3 kali @ 4 hari, jadi dalam satu bulan minimal 12 hari berada di luar kota.
Sungguh kondisi yang membuat saya "guilty feeling" terhadap anak-anak, karena tidak mampu menyisihkan waktu untuk anak serta tidak dapat optimal dalam memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak.
Tidak heran apabila saya sering konflik dengan isteri karena perbedaan "treatment" mengasuh anak.
Saya cenderung "short cut" dengan memanjakan anak, sehingga apapun yang diminta anak selalu dituruti (sepanjang masih logis dan mampu, menurut ukuran saya).
Inikah salah satu bentuk excuse untuk rasa "guilty feeling" saya ??
It's my mistakes and... blunder !!!
Seharusnya bukan materi... namun perhatian dan kehangatan kasih sayang.
Alasan keluarga ini pula yang menjadi salah satu akselelator untuk pindah kuadran menjadi pengusaha.
Di samping alasan dream menjadi pengusaha dan bebas finansial di saat pensiun 2010.
Namun pada saat menjalani "proses pengusaha" muncul problem baru yang belum saya antisipasi, yakni pada saat sudah hijrah ke Jogya dan lebih banyak waktu untuk berkumpul dan bercengkerama dengan anak2.
Saya tidak menyadari sepenuhnya, bahwa seiring bertambahnya waktu... anak2 sudah tumbuh menjadi remaja... suatu periode di mana anak2 mencari jati dirinya sendiri, yang tentu saja sudah tidak mau lagi diatur dengan pakem semasa masih anak kecil.
So what... ??? Saat ini saya sering kesepian di rumah, celoteh riang anak2 sudah tidak ada lagi... anak2 sudah mempunyai dunianya sendiri... dunia remaja yang penuh warna... dunia yang sering tidak dimengerti dan terasa tidak pas ketika saya menjadi orang tua (padahal saya juga pernah menjadi remaja... hik..!!).
Apa yang saya harapkan ketika sudah menjadi pengusaha agak berbeda dengan dream saya... jiwa yang bebas memang OK... namun anak-anak kecil saya sekarang sudah tumbuh menjadi remaja....yang sudah tidak mau di-gendong2 lagi, karena :
anak2 lebih suka hang out dengan gang-nya....yang sudah tidak mau ditemani kalo tidur, karena anak2 lebih senang ditemani MP3 player.....yang sudah tidak mau dibacain dongeng lagi, karena anak2 lebih senang baca Harry Potter...
Puji syukur kepada Allah... karena masih ditemani isteri tercinta yang selalu setia menemani perjalanan hidup... yang siap menampung keluh kesah semua problema... yang selalu menjaga amanah dan penuh kasih sayang dalam menjaga dan mendidik anak2, terlebih di saat sering saya tinggal travelling ke luar kota.
Saya sungguh semakin menghormati isteri... pengorbanan luar biasa dari isteri, yang selalu menemani suami ketika meniti karir karyawan... yang menjadi partner hebat dalam mengelola bisnis pengusaha... yang selalu menjadi inspirasi dahsyat di dalam Keluarga.
Kiat praktis.
Mempunyai bisnis yang dikelola secara baik, salah satunya adalah mempunyai catatan aktivitas bisnis, yang biasa disebut dengan pembukuan atau akuntansi.
Banyak rekan yang terjebak dalam asumsi rumitnya akuntansi, padahal yang perlu dilakukan sederhana saja, cukup membuat buku Kas untuk mencatat semua transaksi/arus kas.
Semua transaksi yang menggunakan uang dicatat secara cermat, baik penerimaan maupun pengeluaran uang ; pada prinsipnya bisnis merupakan perputaran arus kas saja, yakni bagaimana agar penerimaan kas lebih besar dari pengeluaran kas.
Ya... hanya sesederhana itu, karena apabila penerimaan uang lebih besar dari pada pengeluarannya, biasanya bisnis tersebut meraih keuntungan.
Seyogyanya transaksi keuangan bisnis memakai jasa intermediasi bank, artinya semua hasil penjualan yang sudah dicatat di buku Kas disetorkan ke Bank ; sementara itu untuk pengeluaran operasional, dana diambil dari ATM / Teller Bank.
Aktivitas setor / tarik di Bank inilah yang disebut "track record" bisnis kita ; setoran = sales, sedangkan tarikan adalah biaya (harga pokok penjualan).
Dalam satu periode tertentu, semua transaksi di-klasifikasi-kan dengan yang sejenis, jadilah yang disebut Laporan Keuangan, yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi serta Laporan Arus Kas.
Track record dan Laporan Keuangan diperlukan sebagai salah satu persyaratan saat mengajukan aplikasi kredit, karena Bank akan menilai kelayakan bisnis dari dokumen tersebut.
Pada saat ini persyaratan kredit bank tidak sekejam jaman dulu, bank cukup memberi kemudahan dan flexible dalam persyaratannya.
Saat ini suku bunga Kredit Modal Kerja (skala Mikro) yang dikenakan Bank juga relatif ringan, sekitar 1,5 % per bulan atau 18 % per tahun.
Sebagai ilustrasi, pinjaman kredit sampai dengan 10 juta tidak diperlukan SIUP, TDP maupun NPWP ; cukup surat keterangan dari Kelurahan yang menyatakan kita memang mempunyai domisili usaha/bisnis di kelurahan tersebut.
Selamat mencoba fasilitas Kredit Modal Kerja sebagai daya ungkit (leverage) bisnis.
Sunday, January 13, 2008
Tidak ada "shortcut" untuk sukses.
Hwarakadah... saya sendiri masih selalu belajar.. dan belajar.. dan belajar.. agar dapat mengelola bisnis dengan ketulusan hati... !!
Mayoritas yang ingin memulai bisnis pertamanya cenderung mencari "jurus sakti bisnis", sehingga tinggal "klik" bisnis langsung jalan dan meraih sukses.
Ibarat memasukkan coffee mix instant ke dalam cangkir... terus dituangi air panas... terus langsung diseruput.. wah... maknyuuusss tenan !!!
Mindset entrepreneurship sebagai fundamental bisnis sering terlupakan, yakni kurang serius dalam "investasi waktu" :
...untuk belajar mempelajari seluk beluk bisnis
...untuk belajar menjalani proses siklus bisnis secara benar dan wajar
...untuk berusaha mencari mentor yang bersedia mendampingi di awal memulai bisnis
...untuk belajar meng-improved diri agar selalu "open mind"
...untuk belajar agar selalu siap menerima segala risiko bisnis
...untuk belajar silaturahmi
...untuk belajar berbagi
...untuk belajar "memberi dan melayani"... etc.. etc...
Bisnis adalah pancaran ketulusan "hati" selama hidup
... yang dikemas berbarengan dengan aktivitas "proses pembelajaran" tanpa henti
... yang menjadi karya seni kehidupan luar biasa prima.
Bila ingin pindah kuadran dari karyawan.
Saya sering menerima e-mail yang menanyakan persiapan dan langkah2 perpindahan profesi dari karyawan menjadi pengusaha, suatu pertanyaan yang memang lazim apabila ingin pindah kuadran.
Saya hanya dapat sharing intisari apa yang sudah saya alami sendiri kepada rekan2 yang mengirim e-mail tersebut.
Saya selalu kedepankan langkah2 "negatif" yang sudah saya jalani, agar langkah tersebut dihindari atau paling tidak diminimalkan risikonya.
Langkah pertama "negatif" yang telah saya jalani dan nyaris fatal, yakni saya tidak menyiapkan mental/mindset entrepreneur secara serius, sehingga pemahaman tentang entrepreneurship nyaris "nol".
Pada waktu itu persepsi saya tentang bisnis adalah identik dengan modal (baca: duit, uang), jadi apabila punya simpanan/tabungan uang yang cukup... bisnis bisa diciptakan dengan mudah (ini adalah salah satu kelemahan mindset saya karena puluhan tahun jadi karyawan : serba instant dan tinggal "klik" langsung beres semuanya...).
Pembelajaran yang efektif dan media yang pas untuk pindah kuadran adalah menjadi "amphibi" terlebih dahulu, yakni perangkapan profesi sebagai karyawan dan sebagai pengusaha.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama menjalani "proses" menjadi amphibi antara lain :
1. Pemilihan jenis usaha yang penanganan operasionalnya tidak "full day". Misalkan warung makan / toko kelontong / angkringan yang operasionalnya di sore/malam hari, atau jenis usaha yang sedang nge-trend saat ini : on line store, web development, etc..
2. Sangat dianjurkan untuk memulai bisnis dalam skala kecil dahulu, agar risiko bisnis dapat diminimalkan dan mudah dikelola. Jadi apabila terjadi hal yang paling buruk (bangkrut) dapat memulai bisnis baru lagi, tentunya dengan mengambil pelajaran yang bisa dipetik dari bisnis terdahulu yang gagal.
3. Usahakan setiap hari "menyentuh" langsung bisnis tersebut, karena setiap hari akan dijumpai problema nyata dunia bisnis dan dapat segera mengambil keputusan untuk mengatasi problema tersebut.
4. Carilah mentor (praktisi bisnis yang sudah mempunyai "jam terbang") yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan ikhlas memberikan jurus2 saktinya dalam berbisnis.
Berbahagialah anda yang sudah menjadi anggota milist komunitas TDA (Tangan Di Atas), mayoritas anggotanya yang sudah pengusaha selalu siap menjadi mentor bisnis dan selalu mengedukasi entrepreneurship kepada siapa saja yang berminat menjadi pengusaha.
5. Bagi yang sudah berumah tangga : sebelum terjun menjalani proses amphibi, diskusikan dan mohon doa restu kepada isteri/suami tentang dream/passion tersebut. Sampaikan dengan transparan faktor2 positif yang akan diraih serta faktor2 negatif yang mungkin akan terjadi.
Transparansi akan membuat relasi pasutri menjadi kokoh, terlebih di saat mengalami problema bisnis... beban terasa enteng dan siap maju perang lagi.
6. Pendanaan (modal) awal bisnis diusahakan dari "dana sendiri", atau berupa pinjaman lunak (tidak dikenakan biaya bunga, tetapi memakai sistem bagi hasil) dari keluarga dekat / sahabat karib yang sudah saling mengenal pribadi secara baik.
7. Faktor sulit dalam proses menjadi amphibi adalah "management waktu dan pikiran". Disinilah faktor mindset/spirit/mental akan diuji, karena nyaris setiap hari akan merasakan : tidak nyaman, sulit, malas, dikejar target, progres jalan di tempat, tergoda "comfort zone" karyawan, ingin cepat sukses... dan segudang rasa tidak nyaman lainnya !!!
Point tersebut di atas merupakan "proses" pembelajaran merubah mindset, dari zona aman menjadi zona bebas, sekaligus pengenalan awal profesi entrepreneurship... profesi yang setiap hari harus belajar dan belajar... profesi yang harus selalu siap setiap saat untuk menghadapi perubahan...
Last but not least... apabila proses menjadi amphibi berjalan dengan sukses (dan saya yakin di perjalanannya pasti dijumpai rintangan !)... bersiaplah menjadi pengusaha yang tangguh dan tahan uji.
Monday, January 7, 2008
Sistem distribusi agen LPG.
Berikut ini diikhtisarkan sistem distribusi LPG Pertamina.
Hal2 yang harus dipertimbangkan untuk menjadi Sub Agen LPG, yang tugas utamanya adalah mendistribukan LPG ke toko / warung / pengecer :
1. Mempunyai armada sendiri (jenis pick up atau light truck, agar bisa masuk jalan kelas III)
2. Mempunyai stok TABUNG minimal 100 bh
3. Mempunyai dana / modal kerja untuk pembelian ISI LPG 100 tabung (di awal kemitraan dengan Agen/Dealer LPG, pembayaran selalu CASH)
4. Karyawan yang prima kesehatannya, karena distribusi LPG memerlukan tenaga dan menguras energi karyawan (berat tabung LPG + Isi LPG minimal 26 kg)
Sistem niaga LPG :
1. Sub Agen mendapatkan keuntungan dari : selisih harga jual dengan harga beli.
2. Harga jual terserah Sub Agen, sepanjang tidak melebihi dari HET (Harga Eceran Tertinggi) yang ditetapkan Pertamina.
Rumus perhitungan harga jual biasanya adalah : HET + tarip jarak pengantaran LPG dari gudang Sub Agen ke toko / warung / pengecer.
3. Harga beli disesuaikan dengan volume pembelian dalam 1 bulan, misal :
* 500 - 1.000 tabung, harga Rp X / tabung
* 1.001 - 2.000 tabung, harga Rp Y / tabung
* 2.001 - 3.000 tabung, harga Rp Z / tabung, ...dst...
4. Harga beli "negotiable", tergantung tingkat persaingan antar Dealer LPG di suatu wilayah dan faktor jarak dari SPBE ke gudang Sub Agen.
5. Pembelian bisa dilakukan Sub Agen sendiri langsung ke SPBE dengan DO atas nama Agen/Dealer.
Harga beli memang lebih murah, tetapi Sub Agen harus setor sendiri pembayaran DO Dealer di Bank yang ditunjuk oleh Pertamina serta harus menyediakan armada khusus untuk pengisian LPG di SPBE.
Demikian garis besar/ilustrasi tata niaga LPG Pertamina, apabila ingin informasi lebih detil silahkan kirim e-mail ke betigaklaten@yahoo.com.
Tuesday, January 1, 2008
Sisi positif profesi karyawan.
Selama menjalani profesi sebagai karyawan, saya belajar banyak tentang Sistem dan Prosedur pengelolaan bisnis yang efektif dan efisien, terlebih yang berkaitan dengan : Marketing, Operasional, Finansial dan SDM.
Sungguh suatu anugerah yang luar biasa, saya diberi kesempatan untuk meniti karir karyawan di berbagai perusahaan yang berbeda jenis usahanya, yang ujung2nya semakin menambah tajam insting suatu peluang bisnis, apakah bisnis tersebut layak dijadikan sebagai wahana pengembangan bisnis berikutnya.
Paling tidak saya diberi kemudahan untuk memberi masukan kepada rekan2 yang ingin berbisnis di bidang yang pernah saya jalani sebagai karyawan, yakni akuntan publik, konsultan pajak, konstruksi, pabrik peleburan baja, leasing, lembaga keuangan, agrobisnis, trading, welding workshop dan transportasi.
Pengalaman profesi karyawan yang paling berkesan adalah saat berkarya di Akuntan Publik, karena perusahaan client yang harus diaudit terdiri atas beragam jenis bidang usaha, antara lain jasa konstruksi, perbankan, apotik, jasa sertifikasi kelaikan kapal laut, pabrik gula, pabrik textile, pabrik dinamit, pabrik sakarine, pabrik karung, pabrik plywood, produksi aspal, pabrikasi aluminium, logging industry, jasa ekspor impor, jasa container, taxi, perkebunan, perusahaan penerbangan, asuransi jiwa & kerugian, hotel, catering, travel biro, dll... dll..
Profesi saya sebagai auditor selama menjalankan proses audit memungkinkan untuk memperoleh informasi teknis dan non teknis bidang usaha client yang sedang diaudit, sehingga point2 penting yang menjadi intisari suatu bidang usaha menjadi "knowledge assets" yang luar biasa prima bagi saya.
Selama menjadi karyawan saya belajar banyak tentang etika berbisnis, menghormati "stake holders", menjalin network/lobby, selalu kritis setiap menghadapi problema bisnis, memahami team work, berbagai kiat menembus pasar, menentukan harga jual, membuat bisnis plan, menciptakan culture perusahaan yang bermartabat, yah... all about biz !!
Dan puncak dari perjalanan panjang sebagai karyawan adalah menciptakan visi dan misi bisnis, yakni... "memberi dan melayani... !!"
Sebagai wujud pengabdian sebagai manusia biasa, yang selalu ingin menularkan spirit entrepreneurship kepada siapa saja yang berminat, tanpa membedakan status apakah masih berprofesi sebagai karyawan, pengusaha ataupun Amphibi (karyawan merangkap pengusaha).
Saya bersyukur kepada Allah atas anugerah perjalanan panjang menjadi karyawan.
Semoga Allah selalu memberikan kesempatan kepada saya untuk menebarkan rahmat dengan hati yang ikhlas. Amin.