Wednesday, February 6, 2008

Dari karyawan menjadi pengusaha (6).

Dream menjadi pengusaha setelah "memajukan diri" (resign) dari profesi karyawan kandas sejenak pada tanggal 1 Juni 2003, yakni ketika menutup bisnis distribusi Aqua Danone dengan bendera Artha Biru.

Lembaran baru dengan bendera Betiga Klaten langsung dikibarkan pada tanggal 2 Juni 2003, karena saya tidak mau sentimentil meratapi kegagalan yang mengharu biru emosi sebagai manusia biasa.
Saya jadikan kegagalan tersebut bagian dari "proses menuju sukses"... jujur saja... saya merasakan sakit hati dikhianati partner bisnis yang nota bene sepupu sendiri.

Bendera Betiga Klaten sebagai Sub Distributor Aqua Danone dan Sub Agen LPG Pertamina mulai dikibarkan dari sebuah garasi 3x4 di rumah almarhum orang tua di Klaten.
Memulai bisnis bukan dari Nol tetapi mulai dari Minus, karena masih menanggung Utang lama Artha Biru yang cukup signifikan kepada Principal Aqua Danone.

Inilah makna perjuangan... arti sebuah integritas dan komitmen yang harus tetap ditegakkan, meskipun sedang terpuruk.
Sungguh nelangsa kalau mengenang peristiwa ini.... namun saya bersyukur dapat melewatinya dengan baik.

Mayoritas toko/warung/pelanggan individual yang selama ini menjadi jaringan distribusi produk sudah berpindah kepada kompetitior selama masa gonjang ganjing pergantian bendera.
Dan salah satu kompetitor adalah.... sepupu saya... ex partner bisnis, yang menyerbu pasar dengan membanting harga produk Aqua Danone.

Saya sempat limbung mendapat cobaan ini... akan tetapi saya dapat bertahan dan tertolong dengan falsafah yang menjadi roh (soul) dalam berbisnis, yakni.... "memberi dan melayani"... berbisnis dengan hati... !!!

Salah satu yang membuat saya tetap bersemangat adalah dukungan isteri dan anak-anak di saat mengalami keterpurukan.Isteri selalu menghormati sebagai suami, sebagai partner bisnis handal yang tidak pernah cheating dan teman curhat membangun kembali dream keluarga.

Sementara anak-anak mulai memaklumi dan terbiasa dengan "kondisi" profesi pengusaha yang sedang merintis bisnis.
Dan yang membuat terharu... anak-anak tetap menjadikan saya sebagai idola !!! (hiks.. hiks..)Ya... saya harus bangkit untuk menjaga amanah yang diberikan isteri dan anak-anak... and I shall do my best... !!

Indikasi kebangkitan teraktualisasikan dengan semakin tingginya tingkat okupansi kamar-kamar kost yang dikelola isteri di Jogya

Apalagi kolaborasi bisnis penyewaan tenda dekorasi, Classy Tent, di Bekasi yang dikibarkan pada tanggal 1 April 2003 sudah tumbuh baik, meskipun masih dalam skala kecil.
Sementara itu bisnis supply aggregate, Rio Jaya, yang dikibarkan Januari 2003 di Bekasi sudah mengalirkan arus kas positif setiap bulannya.

Seiring pertumbuhan bisnis-bisnis yang dikelola, tentu saja membawa perbaikan arus kas ekonomi keluarga, yang sempat amburadul selama beberapa bulan di tahun 2002.Puji syukur ke hadirat Allah yang selalu menganugerahi berkah melimpah...

Perjalanan hidup di tahun 2003 merupakan tahun kebangkitan dari keterpurukan, setelah sekian kali jatuh bangun mengibarkan bendera bisnis.
Dan di tahun 2003 inilah saya membuat cetak biru / road map profesi pengusaha.... meninggalkan comfort zone karyawan menuju wild jungle zone pengusaha.

Perjalanan pindah kuadran menjadi pengusaha mulai nyaman, walaupun sempat beberapa kali mengalami guncangan ketika mengelola bisnis.
Ternyata guncangan kali ini merupakan suatu indikasi, bahwa bisnis yang dikelola mulai tumbuh dan memerlukan solusi yang berbeda apabila dibandingkan dengan ketika start up bisnis.

Benang merah dari perjalanan pindah kuadran ini adalah... selalu bangkit ketika terpuruk, selalu siap menjalani proses, berani mengambil keputusan sepahit apapun... agar dapat menggapai dream kehidupan... !!!

Dari karyawan menjadi pengusaha (5).

Sebagaimana sudah saya sharingkan di bagian 4, pada awal berdirinya... semua pengelolaan bisnis saya percayakan kepada sepupu, yang sekaligus merangkap sebagai partner bisnis. Ini merupakan manifestasi apresiasi atas jasa sepupu mengelola bisnis saya.

Saya memilih sepupu sendiri karena saya sudah mengenal karakter/attitude sejak dia kecil hingga dewasa, yang pada dasarnya memang tipikal jujur, bersedia kerja keras, piawai menjual produk dan cerdas dalam bernegosiasi.

Berangkat dari rasa 100% percaya inilah titik awal kesalahan strategi bisnis saya, ditambah saya hampir tidak melakukan salah satu fungsi management, yakni mengontrol seluruh aspek bisnis.

Pada saat saya mengalami kepanikan dan gamang menghadapi kehidupan, saya justru makin agresif dalam menciptakan bisnis2 baru yang dianjurkan oleh sepupu saya.
Saya merasa di-awang2 dan terobsesi membayangkan kesuksesan berbisnis, melupakan segala pakem keuangan yang notabene adalah bidang ketrampilan saya.

Saya belum memahami arti proses yang harus dilewati untuk menuju sukses, karena saya masih dalam koridor mindset karyawan yang aman... yang tidak mau repot mengurus risiko.
Yang lebih parah dan naif : ...saya ingin sukses secara instant, karena merasa sudah berjuang selama 25 tahun meniti karir sebagai karyawan

Dampak kenaifan saya : dana investasi yang dikucurkan untuk merambah bisnis baru cukup signifikan.
Seperti yang tercatat di pembukuan, yakni untuk pembuatan kandang ternak dan pembelian beragam ternak : sapi perah, sapi potong, babi, itik, ayam kampung, kambing, dan bahkan... anak kuda.

Selain peternakan, bisnis perdagangan umum / distribusi juga dijalankan, antara lain sebagai Agen produk ransum ternak, Starbio, kecap, beras, katul, agen LPG Pertamina dan Aqua Danone.

Saya juga melakukan investasi pembelian tanah yang tidak jelas status kepemilikannya. Hal ini saya lakukan hanya karena tergiur harga yang miring.Saya menipu diri sendiri seakan sudah sukses.
Dan investasi tanah tersebut saya pakai sebagai topeng, seakan saya sudah menjadi pengusaha sukses (hik... hik... narsis bin naif.. !!).

Proses alamiah bisnis mulai menimpa saya, satu per satu bisnis mulai ditutup dan saya harus melakukan cut loss.
Berawal dari ditutupnya semua bisnis peternakan yang menyedot dana cukup banyak, lalu menyusul bisnis perdagangan yang kurang prospektif.

Tinggal bisnis jasa distribusi LPG Pertamina dan produk Aqua Danone dengan merk dagang Artha Biru yang masih dijalankan, inilah cikal bakal bisnis yang sampai saat ini masih saya kelola.
Bisnis jasa distribusi tersebut di atas diawali dengan melayani segmen rumah tangga (end user), dan menggunakan strategi delivery order via telepon (produk diantar sampai ke tempat pelanggan).

Pada waktu itu delivery order masih sesuatu yang baru bagi masyarakat Klaten, sehingga delivery order menjadi ikon life style baru masyarakat Klaten.
Apalagi kualitas pelayanan kami nyaris memuaskan semua pelanggan dan masih ditambah dengan suntikan dana modal kerja, jadilah bisnis jasa disribusi tersebut tumbuh cukup pesat.

Pada titik inilah sepupu yang diserahi mengelola bisnis mulai berubah karakternya, perputaran uang yang begitu cepat dan dalam jumlah cukup signifikan setiap harinya, ternyata mampu menggoyahkan iman sepupu untuk melakukan penyimpangan.

Karena terlalu percaya kepada sepupu, saya terlambat menyadari adanya penyimpangan di dalam pengelolaan keuangan di perusahaan.

Mayoritas data keuangan di pembukuan tidak dapat dipertanggungjawabkan dan setelah saya audit ternyata kesehatan perusahaan rapuh, yakni likuiditas digelayuti gunung Utang Usaha kepada Principal.
Sedangkan Piutang Usaha yang disajikan di Neraca dalam kondisi macet dan sebagian lagi fiktif.

Saran2 untuk menyehatkan keuangan nyaris tidak digubris dan yang membuat kesabaran saya habis adalah pada saat isteri yang saya tugasi mengelola keuangan perusahaan, malah ditolak sepupu dengan cara memprovokasi karyawan agar melakukan sabotase pekerjaan.

Ini merupakan keteledoran saya karena telah memberikan kepercayaan mutlak kepada sepupu, sehingga saya sebagai owner malah tidak mempunyai kendali terhadap perusahaan sendiri.
Akhirnya perusahaan distribusi Aqua Danone dan LPG Pertamina dengan bendera Artha Biru saya tutup pada tanggal 1 Juni 2003.

Dan pada tanggal 2 Juni 2003 saya kibarkan bendera Betiga Klaten yang bergerak di bidang jasa distribusi Aqua Danone dan LPG Pertamina.
Pengibaran bendera baru bisnis dalam suasana yang memprihatinkan, karena saya sebagai personal masih harus bertanggung jawab menanggung Utang perusahaan lama kepada Principal.

Keprihatinan bertambah, karena peraturan dari Principal, yakni ketika strata keagenan harus down grade, dari Star Outlet (SO) atau Sub Distributor diturunkan menjadi strata Whole Seller (WS).
Turunnya strata keagenan berdampak terhadap turunnya margin, karena harga beli produk untuk strata WS lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga beli strata SO.

Inilah proses menuju sukses yang harus saya jalani dan pada titik inilah saya menemukan satu pembelajaran yang luar biasa prima... dan telah mengajari saya untuk selalu bangkit lagi dari bermacam keterpurukan.

Perjalanan Betiga Klaten yang dimulai dengan kondisi minus dan strategi agar dapat survive akan saya rangkum dalam sharing berikutnya.