Wednesday, February 6, 2008

Dari karyawan menjadi pengusaha (5).

Sebagaimana sudah saya sharingkan di bagian 4, pada awal berdirinya... semua pengelolaan bisnis saya percayakan kepada sepupu, yang sekaligus merangkap sebagai partner bisnis. Ini merupakan manifestasi apresiasi atas jasa sepupu mengelola bisnis saya.

Saya memilih sepupu sendiri karena saya sudah mengenal karakter/attitude sejak dia kecil hingga dewasa, yang pada dasarnya memang tipikal jujur, bersedia kerja keras, piawai menjual produk dan cerdas dalam bernegosiasi.

Berangkat dari rasa 100% percaya inilah titik awal kesalahan strategi bisnis saya, ditambah saya hampir tidak melakukan salah satu fungsi management, yakni mengontrol seluruh aspek bisnis.

Pada saat saya mengalami kepanikan dan gamang menghadapi kehidupan, saya justru makin agresif dalam menciptakan bisnis2 baru yang dianjurkan oleh sepupu saya.
Saya merasa di-awang2 dan terobsesi membayangkan kesuksesan berbisnis, melupakan segala pakem keuangan yang notabene adalah bidang ketrampilan saya.

Saya belum memahami arti proses yang harus dilewati untuk menuju sukses, karena saya masih dalam koridor mindset karyawan yang aman... yang tidak mau repot mengurus risiko.
Yang lebih parah dan naif : ...saya ingin sukses secara instant, karena merasa sudah berjuang selama 25 tahun meniti karir sebagai karyawan

Dampak kenaifan saya : dana investasi yang dikucurkan untuk merambah bisnis baru cukup signifikan.
Seperti yang tercatat di pembukuan, yakni untuk pembuatan kandang ternak dan pembelian beragam ternak : sapi perah, sapi potong, babi, itik, ayam kampung, kambing, dan bahkan... anak kuda.

Selain peternakan, bisnis perdagangan umum / distribusi juga dijalankan, antara lain sebagai Agen produk ransum ternak, Starbio, kecap, beras, katul, agen LPG Pertamina dan Aqua Danone.

Saya juga melakukan investasi pembelian tanah yang tidak jelas status kepemilikannya. Hal ini saya lakukan hanya karena tergiur harga yang miring.Saya menipu diri sendiri seakan sudah sukses.
Dan investasi tanah tersebut saya pakai sebagai topeng, seakan saya sudah menjadi pengusaha sukses (hik... hik... narsis bin naif.. !!).

Proses alamiah bisnis mulai menimpa saya, satu per satu bisnis mulai ditutup dan saya harus melakukan cut loss.
Berawal dari ditutupnya semua bisnis peternakan yang menyedot dana cukup banyak, lalu menyusul bisnis perdagangan yang kurang prospektif.

Tinggal bisnis jasa distribusi LPG Pertamina dan produk Aqua Danone dengan merk dagang Artha Biru yang masih dijalankan, inilah cikal bakal bisnis yang sampai saat ini masih saya kelola.
Bisnis jasa distribusi tersebut di atas diawali dengan melayani segmen rumah tangga (end user), dan menggunakan strategi delivery order via telepon (produk diantar sampai ke tempat pelanggan).

Pada waktu itu delivery order masih sesuatu yang baru bagi masyarakat Klaten, sehingga delivery order menjadi ikon life style baru masyarakat Klaten.
Apalagi kualitas pelayanan kami nyaris memuaskan semua pelanggan dan masih ditambah dengan suntikan dana modal kerja, jadilah bisnis jasa disribusi tersebut tumbuh cukup pesat.

Pada titik inilah sepupu yang diserahi mengelola bisnis mulai berubah karakternya, perputaran uang yang begitu cepat dan dalam jumlah cukup signifikan setiap harinya, ternyata mampu menggoyahkan iman sepupu untuk melakukan penyimpangan.

Karena terlalu percaya kepada sepupu, saya terlambat menyadari adanya penyimpangan di dalam pengelolaan keuangan di perusahaan.

Mayoritas data keuangan di pembukuan tidak dapat dipertanggungjawabkan dan setelah saya audit ternyata kesehatan perusahaan rapuh, yakni likuiditas digelayuti gunung Utang Usaha kepada Principal.
Sedangkan Piutang Usaha yang disajikan di Neraca dalam kondisi macet dan sebagian lagi fiktif.

Saran2 untuk menyehatkan keuangan nyaris tidak digubris dan yang membuat kesabaran saya habis adalah pada saat isteri yang saya tugasi mengelola keuangan perusahaan, malah ditolak sepupu dengan cara memprovokasi karyawan agar melakukan sabotase pekerjaan.

Ini merupakan keteledoran saya karena telah memberikan kepercayaan mutlak kepada sepupu, sehingga saya sebagai owner malah tidak mempunyai kendali terhadap perusahaan sendiri.
Akhirnya perusahaan distribusi Aqua Danone dan LPG Pertamina dengan bendera Artha Biru saya tutup pada tanggal 1 Juni 2003.

Dan pada tanggal 2 Juni 2003 saya kibarkan bendera Betiga Klaten yang bergerak di bidang jasa distribusi Aqua Danone dan LPG Pertamina.
Pengibaran bendera baru bisnis dalam suasana yang memprihatinkan, karena saya sebagai personal masih harus bertanggung jawab menanggung Utang perusahaan lama kepada Principal.

Keprihatinan bertambah, karena peraturan dari Principal, yakni ketika strata keagenan harus down grade, dari Star Outlet (SO) atau Sub Distributor diturunkan menjadi strata Whole Seller (WS).
Turunnya strata keagenan berdampak terhadap turunnya margin, karena harga beli produk untuk strata WS lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga beli strata SO.

Inilah proses menuju sukses yang harus saya jalani dan pada titik inilah saya menemukan satu pembelajaran yang luar biasa prima... dan telah mengajari saya untuk selalu bangkit lagi dari bermacam keterpurukan.

Perjalanan Betiga Klaten yang dimulai dengan kondisi minus dan strategi agar dapat survive akan saya rangkum dalam sharing berikutnya.

No comments: