Sunday, December 30, 2007

Dari karyawan menjadi pengusaha (2).

Di tahun 1997 mencoba peruntungan dengan membuka bisnis ke 5, yakni kerja sama dengan rekan sekantor membuka lapak limbah kertas di Bekasi.Dalam 3 bulan pertama bisnis berjalan normal sesuai dengan yang direncanakan, malahan sering kekurangan modal kerja untuk menampung pasokan limbah kertas dari studio photo ternama.
Problema muncul setelah saya jarang mengontrol karena sering ditugaskan perusahaan mengaudit proyek2 di luar pulau Jawa, yakni famili rekan saya yang ditugasi untuk mengelola bisnis limbah kertas mulai bertindak tidak jujur.
Sungguh suatu ujian mental yang penuh makna, maksud hati ingin membuka lapangan kerja bagi orang yang memerlukan sekaligus untuk belajar berbisnis, namun apa daya amanah yang kami berikan justru disalahgunakan.
Rekan kerja saya merasa malu karena familinya melakukan penggelapan uang hasil penjualan limbah kertas dan mengusulkan agar bisnis ditutup saja karena kami berdua masih aktif sebagai karyawan, sehingga kami tidak dapat melakukan pengontrolan bisnis setiap harinya.Akhirnya saya sepakat untuk menutup bisnis tersebut dan menjual sisa stock limbah kertas yang tak seberapa hasilnya.
Pembelajaran yang diperoleh dalam bisnis limbah kertas adalah :1. Bisnis memerlukan sistem, sehingga apabila kita berhalangan hadir ada suatu mekanisme pengontrolan yang handal dan mudah mendeteksi setiap ada hal2 yang tidak beres dalam oprasional perusahaan.2. Dalam merekrut karyawan agar diutamakan yang memiliki integritas tinggi.3. Setiap hasil penjualan agar disetor ke Bank, tidak diijinkan untuk langsung dipakai sebagai biaya operasional. Sedangkan untuk biaya opersional menggunakan Petty Cash dengan metode Imprest Fund (jumlah dana tetap).
Bisnis ke 6 dimulai pada tahun 1999, yakni mencoba berbisnis ikan air deras di Bogor. Kolaborasi bisnis dengan beberapa rekan kerja di perusahaan konstruksi.
Mulai serius dalam mengelola bisnis, bahkan bertekad untuk menjadi wahana pindah kuadran. Kondisi ekonomi nasional yang sedang dilanda krisis moneter pada waktu itu, memaksa kami untuk menyiapkan alternatif apabila perusahaan konstruksi tempat kami bekerja tiba2 kolaps kesulitan likuiditas.
Kami semua menjalankan bisnis dengan kedodoran di semua aspek bisnis, mindset pengusaha belum dimiliki. Apalagi ditambah terlalu lama berada di "comfort zone" karyawan.Susah sekali melakukan koordinasi di antara kami, karena kami semua terbiasa memberi perintah.... ha..ha..ha..ha..
Setelah berjalan sekitar satu tahun, bisnis ikan air deras bubar dan pembelajaran yang di dapat :1. Apabila berbisnis hewan, faktor genetika mutlak diperhatikan, agar pertumbuhannya sesuai dengan yang direncanakan.2. Faktor komposisi bahan2 ransum makanan hewan sangat menentukan pertumbuhan hewan.3. Pada bulan2 tertentu beberapa bahan yang dipakai sebagai ransum makanan sulit ditemui di pasar.4. Modal kerja yang disiapkan untuk jangka waktu minimal 6 bulan, karena 4 bulan pertama adalah proses membesarkan ikan dan semakin lama ransum makanan yang dibutuhkan semakin banyak, karena ikan semakin tumbuh besar.5. Harus mampu mendapatkan pasar yang dapat menampung produksi ikan secara kontinyu, karena kalau sistem penjualan borong di kolam ikan, hasilnya sangat minim dan cenderung rugi.6. Diperlukan team work yang solid apabila berbisnis dengan rekan2 kolega kantor. Ada kecenderungan berkompetisi satu sama lain, seperti ingin meraih jenjang karir yang diidamkan setiap karyawan dalam suatu perusahaan.

No comments: